LEUKEMIA
1.Pengertian
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian sering disebut kanker darah.
Kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Penyakit darah ini termasuk pula penyakit yang berbahaya,dapat digolongkan sebagai kanker. Penyakit ini disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel darah putih yang ganas, yang ada hubungannya dengan kelenjar limpa. Sel-sel darah putih itu yang terbentuk di dalam sumsum tulang yang bersangkutan.
2. Klasifikasi
Menurut perjalanan penyakitnya, dapat dibagi atas leukemia akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir ini, pasien leukemia limfoblastik akut dapat hidup lebih lama daripada pasien leukemia granulositik kronik. Dengan demikian pembagian akut dan kronik tidak lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Namun pembagian ini masih menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi.
Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia myeloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar, pembagian leukemia adalah sebagai berikut :
Ø Leukemia myeloid
· Leukemia granulositik kronik (leukemia myeloid/mielositik/mielogenous kronik)
· Leukemia mieloblastik akut (leukemia myeloid/ mielositik/ granulositik/ mielogenous akut)
Ø Leukemia limfoid
· Leukemia limfositik kronik
· Leukemia limfoblastik akut
Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah tepi.
- Ketika leukemia memengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik.
- Ketika leukemia memengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.
Berdasarkan jumlah leukosit dalam darah ;
- Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat sel-sel abnormal
- Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, terdapat sel-sel abnormal
- Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak terdapat sel-sel abnormal
3.Prevalensi empat tipe utama
Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:
- Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih
- Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
- Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak
- Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi pada anak-anak.
1. Etiologi
Penyebab leukemia tidak diketahui secara pasti, namun beberapa faktor dihubungkan dengan timbulnya leukemia. Faktor-faktor tersebut adalah radiasi pengion, zat kimia, obat, keluarga (genetik), infeksi virus, imunodefisiensi.
Kejadian leukemia meningkat pada orang yang terkena radiasi seperti yang terjadi di Hirosima dan Nagasaki setelah bom atom. Sedangkan obat-obatan adalah golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon, heksaklorosiklokeksan. Menurut Leiss dan Savitz (1995), penggunaan pestisida di rumah berkaitan dengan kejadian keganasan pada anak.
Faktor keluarga (genetik) dihubungkan dengan terjadinya leukemia karena pada kembar identik bila salah satu menderita leukemia maka kembarannya beresiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita leukemia. Leukemia banyak terjadi pada anak yang menderita kelainan kromosom seperti Sandroma Down, dan penyakit-penyakit genetik lainnya. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa infeksi virus ribonucleic acid (RNA) berperan terhadap timbulnya leukemia, namun pada manusia masih perlu penyelidikan lebih lanjut.
Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor resiko terjadinya leukemia pada anak, seperti yang dilaporkan oleh Cnattingis dkk (1995). Faktor-faktor tersebut adalah penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil. Sedangkan Shu daa (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol meningkatkan resiko terjadinya leukemia pada bayi, terutama LMA.
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun.
2. Patogenesis
Leukemia akut merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita. Perlu diketahui bahwa sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal.
3. Keluhan dan Gejala
Hipertrofi gusi terutama terjadi pada LMA. Infiltrasi ke kulit, yang dapat terjadi pada kelompok resiko standar dan tinggi, sering terjadi di kulit kepala, dan dapat merupakan gejala dini dari leukemia. Pada anak laki-laki, infiltrasi ke testis menyebabkan pembesaran testis yang tidak nyeri pada salah satu atau kedua testis, hal ini nantinya akan mempengaruhi prognosis karena menyebabkan kambuh. Umumnya gejala pada anak yang menderita LMA merupakan akibat dari gangguan sumsum tulang, seperti pada LLA, dan infiltrasi pada organ. Pembengkakan jaringan lunak di orbita dan gusi lebih menonjol.
Seperti semua sel-sel darah, sel-sel leukemia mengalir ke seluruh tubuh. Tergantung pada jumlah sel-sel yang abnormal dan tempat sel-sel ini terkumpul, pasien leukemia mempunyai sejumlah gejala umum antara lain:
- Demam atau keringat malam
- Infeksi yang sering terjadi
- Merasa lemah atau letih
- Sakit kepala
- Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
- Nyeri di tulang atau persendian
- Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa atau kelenjar getah bening)
- Pembengkakan, terutama di leher atau ketiak
- Kehilangan berat badan
- Gampang capek
- Sukar bernafas
- Pucat
- Denyut nadi cepat
Selain tersebut di atas, dalam pemeriksaan sel-sel darah akan menunjukkan keadaan-keadaan yang abnormal dalam bentuk, besar, dan bilangan sel-sel darah. Sel-sel darah merah mungkin akan terdapat agak berkurang bilangannya. Sel-sel darah putih kadang-kadang bertambah seratus atau dua ratus kali dari pada bilangan biasa. Meskipun kadang-kadang bilangan itu normal atau di bawah normal, tetapi abnormal dalam jenisnya. Penemuan jenis atau bentuk sel-sel darah putih yang ada itulah yang paling banyak membantu mengenai keterangan tentang kemajuan penyakit.
Lemas, mudah lelah, demam yang tidak terlalu tinggi (aksiler 38,5°C), dan gizi terkesan kurang. Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional.
Perdarahan lewat hidung dan trombositopenia (trombosit 67 x 103/mm3 [normal 1,5-3 x 105/mm3]). Akibat dari terjadinya penekanan hematopoiesis lainnya di sumsum tulang, maka produksi trombosit menurun. Padahal, trombosit berperan penting dalam sistem hemostasis primer. Jika trombosit berkurang, maka akan terjadi perdarahan yang waktunya lebih panjang daripada jika kondisi dan jumlah trombositnya normal. Kapiler pada keadaan normal memang sering mengalami ruptur, tetapi hal ini dapat cepat diatasi oleh sistem hemostasis primer, yaitu trombosit. Jika terjadi trombositopenia maka salah satu gejala yang timbul adalah perdarahan hidung akibat pecahnya dinding kapiler.
Takikardi (108x/menit [normal 60-100/menit]), konjungtiva anemis, papil lidah atrofi, dan anemia (Hb 7,5 g/dl [normal 12-16 g/dl]). Serupa dengan trombositopenia, anemia yang timbul terjadi akibat penekanan hematopoietik oleh sel-sel leukemik pada sumsum tulang. Akibatnya timbul manifestasi klinis khas anemia seperti di atas. Takikardi timbul akibat kerja keras jantung dalam memenuhi kebutuhan oksigen jaringan karena kuantitas hemoglobin (Hb) yang rendah dengan mekanisme mempercepat jalannya aliran darah. Kuantitas Hb yang rendah mengakibatkan central pallor eritrosit berwarna pucat. Hal inilah yang kemudian direpresentasikan oleh berbagai jaringan tubuh, misalnya konjungtiva, bantalan kuku, telapak tangan, serta membran mukosa mulut. Atrofi papil lidah mungkin saja terjadi akibat cedera sel papila akibat kekurangan oksigen yang terjadi akibat anemia yang diderita oleh pasien.
Limfadenopati leher. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya rasa sakit (pathy).
Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.
Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini, kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam limpa/spleen
4. Diagnosis
Gejala klisnis dan pemeriksaan darah lengkap dapat menegakkan diagnosis leukemia. Namun, untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika dan biologi molekular.
Pada saat diagnosis leukemia ditegakkan akan menimbulkan beberapa permasalahan, baik karena tindakan yang infasif maupun kondisi psikologi orang tua dan keluarga. Aspirasi sumsum tulang dan pungsi lumbal dapat menimbulkan nyeri dan ketakutan pada anak serta kekhawatiran pada orang tua, sehingga perlu penjelasan dengan edukasi, pemberian obat penenang dan pendekatan psikologi. Tindakan tersebut juga perlu dilakukan pada saat mengevaluasi perkembangan penyakit / kemajuan pengobatan, sesuai jadwal yang sudah ditentukan edukasi dan pendampingan orang tua pada saat dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang dan pungsi lumbal adalah langkah yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan rasa percaya diri pasien.
Jika Anda mempunyai gejala atau hasil skrining yang mengarah ke penyakit leukemia, dokter harus mengetahui apakah gejala tersebut berasal dari kanker atau dari kondisi kesehatan yang lain. Anda akan diminta untuk menjalani tes darah dan prosedur diagnostik berikut ini:
- Pemeriksaan fisik – dokter akan memeriksa pembengkakan di kelenjar getah bening, limfa, limpa dan hati.
- Tes darah – laboratorium akan memeriksa jumlah sel-sel darah. Leukemia menyebabkan jumlah sel-sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah trombosit dan hemoglobin dalam sel-sel darah merah menurun. Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati dan atau ginjal.
- Biopsi – dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel leukemia di dalam sumsum tulang.
- Sitogenetik – laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi, sumsum tulang, atau kelenjar getah bening.
- Processus Spinosus – dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter perlahan-lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Pasien harus berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada sel-sel leukemia atau tanda-tanda penyakit lainnya.
- Sinar X pada dada – sinar X ini dapat menguak tanda-tanda penyakit di dada.
5. Terapi
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia, komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi. Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah/ trombosit, pemberian antibiotik pada infeksi/ sepsis, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/ spesifik bertujuan untuk menyembuhkan penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi (profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan. Klasifikasi resiko standar dan resiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Pada induksi remisi diberikan kemoterapi maksimum yang dapat ditoleransi dan perawatan suportif yang maksimum. Kemungkinan hasil yang dicapai remisi komplet, remisi parsial atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplet dan untuk profilaksi terjadi leukemia pada saluran syaraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pengobatan lanjutan sampai sekitar 2 tahun, diharapkan tercapai perpanjangan remisi dan dapat bertahan hidup.
Sitostatika yang digunakan pada tiap tahap pengobatan leukemia merupakan kombinasi dari berbagai sitostatika. Pengobatan dengan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) bermanfaat untuk mengatasi penurunan granulosit sebagai efek samping sitistatika, namun tidak mengurangi lama perawatan di rumah sakit.
Penderita dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapat selularitas normal dan jumlah sel blast < 5% dari sel berinti, hemoglobin > 12 gr/dL tanpa transfusi, jumlah sel leukosit > 3000/µl, dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit > 2000/ µl, jumlah trombosit > 100.000/ µl, dan pemeriksaan cairan serebropinal normal.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Penderita dengan granulositopenia sebaiknya dirawat di ruang isolasi. Untuk mengatasi kebosanan karena perawatan yang lama perlu disediakan ruang bermain dan pelayanan psikologis. Penderita yang telah remisi dan selesai pengobatan kondisinya akan pulih seperti anak sehat. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relap (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya. Pada dasarnya ada 3 tempat relaps :
1. Intramedular (Sumsum tulang)
2. Ekstramedular (Susunan saraf pusat, testis, iris)
3. Intra dan ekstra meduler.
Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.
Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
- Melalui mulut
- Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
- Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
- Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Terapi biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik.
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
Terapi radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
Transplantasi sel induk
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
LEUKEMIA NONLIMFOSITIK AKUT
Leukemia mielogenus akut merupakan 25% dari semua leukemia, paling umum dalam usia pertengahan dan manula. Rata-rata kelangsungan hidup dalam leukemia mieloblastik akut klasik adalah sekitar 1 sampai 2 bulan tanpa terapi dan sekitar 12 bulan denggan terapi. Suatu system klasifikasi yang disebut FAB (French-American-British), umumnya digunakan untuk membagi leukemia ini menjadi M1 sampai M7.
LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT-LMA (M1 DAN M2)
Sel-sel yang terlibat dalam LMA adalah mieloblas, sel paling dini dalam perkembangan granulopoietik. Pasien biasanya datang dengan gambaran kegagalan sumsum tulang. Jarang ditemukan penyakit ekstrameduler dan organomegali juga tidak lazim. Leukositosis disebabkan oleh mieloblas dalam darah perifer dan >40% sel blas bentuknya besar dengan beberapa nucleoli, granula dan batang Auer dalam sitoplasma. Pulasan Sudan Black, peroksidase dan klorasetat esterase hasilnya positif. M1 tidak memperlihatkan diferensiasi morfologi (20% dari semua LMA), tetapi diidentifikasi dengan adanya batang Auer kadang-kadang, pulasan mieloperoksidase atau sudan black yang positif, atau yang belakangan ini dengan antibody monoclonal, sedangkan M2 memperlihatkan beberapa gambaran diferensiasi granulositik (37% dari semua LMA).
Terapi terdiri dari sitosin arabinosid dan antrasiklin (adriamisin atau daunorubisin), yang merupakan obat-obatan pilihan pertama untuk induksi remisi. Pada saat ini kelangsungan hidup tergantung pada tercapainya remisi yang terjadi dalam sekitar 70% pasien. Transplantasi sumsum tulang harus dipertimbangkan dalam remisi pertama jika donor yang sesuai tersedia. Kematian biasanya desebabkan oleh infeksi atau perdarahan dari kegagalan sumsum tulang dari penyakit atau terapi. Dalam penyakit yang tidak diterapi atau penyakit terminal yang resisten, dapat terjadi fulminan leukositosis ekstrem. Tidak ada komplikasi spesifik yang unik pada tipe leukemia ini. Penyakit system syaraf sentral dapat terjadi dalam penyakit yang resisten terhadap obat pada tahap lanjut. Lama kelangsungan hidup yang singkat mungkin merupakan salah satu factor rendahnya insidens penyakit SSP.
LEUKEMIA PROMIELOSITIK AKUT-LPMA (M3)
Sel yang terutama terlibat dalam LPMA adalah promielosit, sel nenek moyang (progenitor) dari semua seri sel-sel granulositik (mis. Neutrofil, eosinofil, basofil). Promielosit mengandung granula primer yang kemudian didistribusikan ke keturunannya sebelum perkembangan granula spesifik sekunder. Perdarahan merupakan gambaran utama dari leukemia ini dengan perdarahan serebral umum terjadi saat penyajian. Perdarahan sebagian disebabkan oleh trombositopenia, tetapi gambaran unik adalah koagulasi intravaskuler diseminata yang kemerah-merahan (DIC), disebabkan oleh pelepasan granula dari sel, khususnya setelah kemoterapi. Fibrinogenolisis nyata juga dapat terlihat. Leukositosis darah perifer bervariasi, tetapi >40% sel blas leukemik dalam sumsum tulang. Secara morfologi, sel leukemia ditandai ileh hipergranularitasnya, kadang-kadang dengan sejumlah batang Auer (berkas-berkas), terlihat dengan pulasan peroksidase yang sangat kuat dan sudan black. LPMA merupakan 7% dari seluruh LMA.
Terapinya mungkin sulit, tidak hanya karena koagulopati, tetapi juga karena resistensi. Tanpa terapi, kebanyakan pasien meninggal dalam sebulan. Ada beberapa bukti bahwa jika remisi dapat dicapai (biasanya lebih besar dari 50% pasien), kelangsungan hidup dapat diperpanjang. Sitosin arabinosid dan antrasiklin merupakan obat-obat garis pertama, dengan terapi spesifik untuk DIC.
LEUKEMIA MIELOMONOSITIK AKUT-LMMA (M4) (TIPE NAEGELI)
Dalam LMMA, sel nenek moyang umum untuk perkembangan granulosit dan monosit, dalam istilah kultur dikenal sebagai CFU, tampaknya mengalami hambatan perkembangan. Leukemia ini secara klinis biasanya tidak dapat dibedakan dari LMA, kecuali bahwa splenomegali mungkin ada. Baik sel blas monositik dan mieloblastik ada dalam darah perifer dan sumsum tulang. Pulasan peroksidase, klorasetat esterase, esterase nonspesifik dan sudan black hasilnya positif. Lizosim serum dan urin (muramidase) mungkin meningkat. LMAA merupakan 23% dari seluruh LMA. Terapi seperti pada LMA.
LEUKEMIA MONOBLASTIK AKUT-LMoA (M5) (TIPE SCHILLING)
Tertahannya perkembangan sel nenek moyang dari system monosit-makrofag bertanggung jawab untuk terjadinya LMoA. LMoA adalah leukemia yang jarang, lebih umum dalam kelompok usia yang lebih muda, dan biasanya mengikuti perjalanan kilnis yang agresif dengan keterlibatan ekstrameduler dari gambaran saat penyajian (hipertrofi gusi, penyakit SSP, organomegali). Demam yang langsung disebabkan oleh penyakit, umum ditemukan, dan dapat terjadi DIC. Sel monoblastik yang besar dan aneh terdapat dalam darah perifer dan sumsum tulang. Dapat terlihat granula halus dan konvolusi inti. Pulasan esterase non spesifik (natrium fluroid sensitive) sangat positif. LMoA merupakan penyakit yang sulit untuk dikontrol. Remisi dapat dengan cepat dicapai, tetapi umum terjadi relaps dini. Sitosin arabinosid dan antrasiklin merupakan obat-obat garis pertama. Etiposid (VP16) juga tampaknya terlihat sebagai agen yang berharga.
ERITROLEUKEMIA AKUT-ELA (M6) (SINDROMA DI GUGLIELMO)
Awalnya ELA melibatkan prekusor eritroid, tetapi dengan berkembangnya penyakit, terjadi dediferensi dan leukemia menjadi lebih blastik dan primitive penampilannya, serupa dengan LMA dan tidak lagi merupakan leukemia eritroid murni. Mungkin ada periode prodromal yang lama sebelum penyakit menjadi leukemia blastik secara jelas. Darah perifer dapat memperlihatkan makrositosis dengan morfologi sel darah merah yang abnormal dalam darah perifer. Sumsum tulang hiperseluler dengan >50% eritroblas megaloblastoid abnormal ( pulasan PAS positif) dengan sel-sel berinti banyak dan mieloblas. Dalam penyakit stadium lanjud, penemuan pada sumsum tulang dan darah perifer mungkin tidak dapat dibedakkan dari LMA (M1 atau M2). Bentuk leukemia ini dalam beberapa contoh pada awalnya dapat diikuti tanpa terapi. Jika ada atau timbul penyakit blastik akut, sulit untuk menginduksi remisi, terutama pada pasien lanjud usia.
Bentuk yang lebih jarang dari leukemia akut berasal myeloid. Ada beberapa bentuk yang jarang dari leukemia akut yang berasal dari sel prekusor repetitive. Leukemia ini adalah : leukemia megakariosit akut (M7), leukemia eosinofilik akut dan leukemia basofilik akut.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT-LLA
Leukemia limfoblastik akut merupaka sekitar 20% dari semua leukemia dan merupakan yang paling umum ditemukan dalam anak-anak. LLA tidak didahului oleh fase prelekemik seperti yang dapat terlihat dalam beberapa pasien dengan leukemia myeloid. Penyakit dapat berasal dari sumsum tulang, timus atau kelenjar limfe, dan meskipun gambaran klinis dan prognosis mungkin bervariasi, semuanya merupakan leukemia penting. LLA diklasifikasikan berdasarkan penelitian penanda sel menjadi penyakit selT dan B. pada morfologi standar, leukemia limfoblastik diklasifikasikan dengan klasifikasi FAB. Dalam tipe L1, mayoritas sel adalah sel-sel kecil dengan sitoplasma yang banyak dan nuclei bulat teratur atau bercelah dengan nucleoli yang tidak jelas. Dalam L2, sel-sel lebih besar dengan sitoplama lebih banyak, nukleinya lonjong sampai bulat, beberapa dengan celah dan lipatan. Pola kromatin halus dengan nucleoli yang menonjol. Dalam tipe L3 (juga disebut leukemia sel burkitt), blas lebih besar dan homogendenggan nuclei berbintik halus dan basofilik dalam dan sitoplasma bervakuol.
Organomegali lebih umum dalam LLA di bandingkan dengan LMA, nyeri tulang merupakan gambaran umum. Penyakit ekstrameduler lebih umum dalam LLA dengan penyajian musculoskeletal dan neurologi. Penyakit kutaneus (khususnya dalam penyakit sel T) dan testikularis bukannya tidak jarang. Seperti pada kebanyakan leukemia, ada peningkatan perhatian dalam penelitian penanda sel untuk menentukan asal dari sel ganas. Penelitian penanda sel ini, dalam hubungannya dengan penelitian kromosom, kepentingannya semakin meningkat dalam menentukan diagnosis.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT UMUM-LLA UMUM (75% dari LLA masa kanak-kanak : L1 atau L2
LLa secara khas terjadi dalam anak-anak, berespon dengan baik terhadap terapi dan mempunyai potensi sembuh lebih dari 50% pasien jika dilakukan profilaksis SSP dan terapi rumat jangka panjang. Morfologi L1 biasanya ditemukan dengan positivitas hambatan PAS dalam sel-sel blas. Identifikasi pasti dibuat dengan menggunakan antisera monoclonal. Vinkristin, Adriamisin, asparaginase dan kortikosteroid merupakan obat-obatan garis pertama untuk induksi remisi, diikuti oleh merkaptopurin dan metotreksat untuk terapi rumat. Prognosis dalam LLA dewasa tidak sebaik pada anak-anak.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT SEL NOL
Bentuk LLA ini secara morfologi serupa dengan bentuk LLA lainnya, tetapi penanda sel negative. Lebih umum dalam orang dewasa dan mempunyai prognosis yang buruk.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT SEL T – LLA SEL T
Tipe LLA ini ditandai oleh gambaran klinis massa mediastinum (timus) dan hitung sel blas perifer yang tinggi. Identifikasi pasti dibuat dengan demonstrasi fosfatase asam dan pulasan esterase non spesifik dari blas dengan karakteristik penanda sel T. Penyakit paling umum terjadi dalam kelompok usia 10 sampai 20 tahun dan telah dianggap mempunyai prognosis yang buruk. Tetapi, dalam bidang percobaan baru-baru ini dengan protocol kemoterapi yang lebih agresif, dapat dimungkinkan kelangsungan hidup jangka panjang 40% sampai 50%.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT SEL B – LLA SEL B
Ini merupakan bentuk LLA yang paling jarang, dan mempunyai prognosis terburuk dari semua tipe. Pada sitokimia, vakuola dalam sel blas, positif dengan pulasan minyak merah, dan ada penanda sel B. penyakit umumnya mempunyai morfologi L3, dan penyakit ekstrameduler (terutama SSP) adalah umum. Hiperurisemia mungkin menjadi masalah dan sindroma lisis tumor dapat mempersulit terapi. Dalam sindroma ini, ada pemecahan mendadak dari sel-sel ganas dengan kelebihan beban metabolic. Hiperfosfatemia dan hipokalsemia mungkin menjadi masalah. Penting untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat dan alkalinisasi dari urin.
LEUKEMIA KRONIS
Hampir separuh dari leukemia diklasifikasikan sebagai kronis. Leukemia dibagi secara luas menjadi myeloid dan limfoid, dengan meningkatnya subklasifikasi dalam tahun-tahun belakangan ini. Gambaran umum dari leukemia kronis memasuki fase penyakit yang lebih agresif, dan dalam beberapa kasus, menjadi sangat blastik, seperti yang umumnya terlihat dalam leukemia granulositik kronis. Kecuali dalam keadaan khusus, terapi hanya menawarkan sedikit perbaikan dalam kelangsungan hidup jangka panjang dari kelompok leukemia ini. Tetapi, terapi telah bermanfaat dalam memperbaiki kualitas jidup pasien. Karena pasien mungkin mempunyai beban tumor yang besar sebelum timbul gejala atau bukti kegagalan sumsum tulang, diagnosis penyakit mungkin incidental. Dalam kasus leukemia limfositik kronis, ini terjadi saat pembedahan elektif, selama pemeriksaan medis atau ketika pasien diperiksa untuk masalah yang tidak berkaitan. Ini berlawanan dengan leukemia akut pada saat pasien datang, karena gejala yang langsung berhubungan dengan proses leukemik.
Defek pematangan dalam leukemia kronis terjadi dalam tahap perkembangan sel lebih lanjut pada kasus leukemia granulositik kronis. Sel-sel granulopoietik berkembang sampai titik dimana mereka mampu meninggalkan sumsum tulang, bersirkulasi dan menumpuk pada tempat ekstrameduler, seperti hati dan limpa. Dalam tahap awal leukemia limfoid kronis, sel ganas relative stabil karena berada dalam fase istirahat dan meskipun primitive dalam perkembangannya pada garis sel T dan B, sel ini berada dalam tahap dimana ia “diijinkan” bergerak ke seluruh tubuh sepanjang “jalur lalu lintas” limfoid khusus dan menumpuk pada tempat khas untuk imbangan normalnya pada tahap maturasi.
Bila kegagalan sumsum tulang biasanya merupakan gambaran yang disajikan dalam leukemia klasik akut, dalam leukemia kronis, ini biasanya merupakan manifestasi lanjut dari penyakit. Organomegali merupakan gambaran umum dari semua varietas leukemia kronis. Pada leukemia limfoid kronis, dapat terjadi kegagalan fungsi imun bersama dengan perkembangan infeksi. Imunodefisiensi spesifik bervariasi sesuai dengan tipe keganasan.
LEUKEMIA GANULOSITIK KRONIS – LGK
Ada abnormalitas klonal dalam LGK yang dapat diidentifikasi dengan terlibatnya kromosom Philadelpia (Ph) dalam 90% pasien. Ini terlihat dalam semua jalur granulopoietik, eritroid, dan megakariosit, dimana bagian lengan panjang dari kromosom 22 ditranslokasikan ke kromosom 9. Sel hemopoietik normal biasanya hanya beberapa atau tidak terlihat.
Pasien mungkin mengeluh gejala-gajala umum dari letargi, turunnya berat badan, berkeringat dan anemia. Dapat terjadi gejala yang disebabkan oleh limpa. Penyakit ini paling umum dalam kelompok usia pertengahan. Pada pemeriksaan darah perifer dapat ditemukan leukositosis, yang mungkin ekstrim, dengan pergeseran ke kiri dari sel-sel granulopoietik, kembali ke promielosit. Mieloblas merupakan 5%-10% leukosit tanpa menggambarkan transformasi akut. Basofil dan eosinofil dapat meningkat, nilai fosfatase alkalin leukosit (LAP) rendah. Trombositosis dapat menjadi gambaran dalam beberapa pasien. Sumsum tulang sangat hiperseluler dengan hyperplasia granulopoietik. Dapat ditemukan hiperurisemia, meningkatnya protein pengikat vitamin B12 dan miningkatnya LDH. Median kelangsungan hidup dari LGK adalah 3 sampai 4 tahun, dan terapi hanya mempunyai sedikit pengaruh pada hasil jangka panjang. Peranan utama dari terapi adalah mengontrol gejala dari pengaruh beban tumor. Organomegali dapat menimbulkan masalah klinis (khususnya splenomegali), leukositosis, trombositosis, anemia dan efek hipermetabolik dari beban tumor. Agen pengalkilasi (busulfan) merupakan agen terapeutik yang umumnya digunakan. Tetapi penyakit akan berespons terhadap iradiasi limpa, leukaferesis dan agen kemoterapeutik lainnya. Tujuan terapi adalah mengontrol gejala tanpa mempertahankan hitung leukosit pada tingkat normal. Busulfan dapat digunakan secara intermiten dengan dosis tinggi, intermiten dengan dosis rendah atau atau dosis rendah kontinu.
Transformasi penyakit menjadi fase agresif terjadi dalam sekitar 80% pasien. Transformasi dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Transformasi blastik akut (yang mungkin tipenya mieloblastik atau limfoblastik), biasanya fatal dalam 2 sampai 6 bulan. Transformasi mielofibrotik yang lebih lambat dapat terjadi, terutama bermanifestasi sebagai anemia progresif, trombositopenia dan splenomegali. Fase terminal dari LGK terutama dapat menimbulkan stress dan sangat nyeri tulang, infark limpa dan perdarahan. Dalam keadaan yang jarang, splenektomi mungkin diindikasikan untuk paliasi atau hipersplenisme.
Leukemia kronis yang lebih jarang yang berasal dari granulositik dan monositik.semua ini adalah varietas yang jarang dari leukemia kronis, meliputi : leukemia monositik kronis ; leukemia mielomonositik kronik ; leukemia eosinofilik kronis dan leukemia basofilik kronis, yang didiagnosis dari penemuan laboratorium dan dapat berkembang menjadi leukemia myeloid akut yang lebih agresif.
LEUKEMIA LIMFOID KRONIS
LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS SEL B – LLK
LLK klasik merupakan 25% dari semua leukemia yang melibatkan limfosit B sumsum tulang. Pasien biasanya pada usia pertengahan atau lebih tua, dengan pria lebih sering terkena pada wanita (2,5:1). Biasanya pada limfadenopati umum dan splenomegali dalam penyakit yang ditemukan. Pasien umumnya asimtomatik dengan limfositosis dan defek imun humoral. Penyajian dengan infeksi bakteri umum ditemukan, pada saat mana dapat terjadi limfositosis paradoksikal dan hilang begitu infeksi pulih. Dalam orang yang sehat, limfosit jumlahnya turun selama infeksi bakteri.
Limfositosis darah perifer, mencakup sel arang, merupakan LLK sine qua non, disertai limfositosis sumsum tulang yang penting untuk diagnosis. Anemia dan atau trombositopenia dapat timbul dari kegagalan sumsumtulang dalam penyakit lanjut, atau di sisi lain, mungkin sekunder terhadap hipersplenisme atau mekanisme autoimun dalam beberapa pasien. Hipogammaglobulinemia umum ditemukan, tergantung pada stadium penyakit dan jarang ditemukan paraprotein monoklonal 9biasanya IgM0. Defek imunitas yang diperantarai oleh sel juga dapat terjadi. Arsitektur kelenjar limfe hilang bersama dengan proliferasi seluler difus dari sel limfoid monomorf yang berdiferensiasi baik. Dalam beberapa pasien, mungkin ada sel limfoit atipik sampai 10% dalam darah perifer, tetapi morfologi keseluruhan dapat diterima bagi LLK. Beberapa penulis merujuk ini sebagai LLK atipik. Jika presentase sellebih banyak adalah sel yang besar dan atipik, pembedaan dari leukemia limfosarkoma, leukemia prolimfositik dan limfoma dengan sel limfoma yang bersirkulasi, akan menjadi sulit.
LLK merupakan satu-satunya leukemia dimana penentuan stadium klinis dari penyakit, bermanfaat dalam praktik klinis
Stadium 0 : tidak ada organomegali, limfositosis darah perifer dan sumsum tulang.
Stadium 1 : seperti diatas ditambah limfadenopati.
Stadium 3 : stadium 0 ditambah splenomegali +/- hepatomegali, kelenjar limfe juga dapat dipalpasi.
Stadium 4 : stadum 0 ditambah trombositopenia yang disebabkan oleh LLK, oeganomegali juga ada.
LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS SEL T
Sejumlah kecil pasien dengan LLK mempunyai penanda sel-T. limfosit ganas dapat memperlihatkan indentasi inti dan granula sitoplasmik. Splenomegali massif dan infiltrasi kutaneus dapat terlihat. Kegagalan sumsum tulang dapat berada di luar dari derajat infiltrasi limfoid, menandakan pengaruh supresor limfoid pada fungsi sumsum tulang. Baru-baru ini dikenal sindroma limfositosis sel-T yang resisten dalam pasien yang asimtomatik dan dalam pasien dengan gambaran autoimun. Hubungan sindroma ini dengan LLK-T kronis masih sedang diteliti. akibat sifat heterogen darigangguan limfoproliferattif sel-T, maka sulit untuk menentukan prognosis secara akurat pada masing-masing pasien, tetapi pada umumnya, LLK-T klasik mempunyai perjalanan yang jiank.
LEUKEMIA PROLIMFOSIT-ProLL
Ini adalah varian dari LLK dimana sel yang predominan adalah prolimfosit dengan nucleolus yang menonjol tetapi kromatin inti berkondensasi denagn baik. Tipe sel B dan T telah dilaporkan. Pasien cenderung mempunyai jumlah limfosit tinggi dalam darah perifer., splenomegali massif tanpa limfadenopati mayor. Penyakit mempunyai prognosis yang lebih buruk dari pada LLK dan resisten terhadap terapi konvensional. Leukaferesis dan splenektomi mungkin bermanfaat dalam pengontrolan penyakit.
LEUKEMIA SEL LIMFOSARKOMA KRONIS-LSLK
Istilah leukemia sel limfosarkoma teah menyebabkan banyak masalah semantic (arti kata) karena telah digunakan pada beberapa tipe yang berbeda dari penyakit limfoproliferatif. Pada kesempatan lain, Istilah tersebut digunakan pada fase leukemik terminal dari setiap transformasi limfoma limfositik, adanya sel limfoid yang bersirkulasi dalam limfoma folikuler (noduler) atau pada penyajian leukemik dari limfoma limfoblastik. Istilah ini sebenarnya digunakan bagi klinikopatologis kronis yang dikenal dengan baik, dimana ada sel limfoid besar yang pleomorfik, bercelah dan berlipat dalam darah perifer dan histology kelenjar limfe memperlihatkan histology yang berdiferensiasi secara buruk, folikuler atau difus. LSLK adalah keganasan sel B yang mungkin timbul dari sbuah sel antara sel B yang berdiferensiasi baik dari sumsum tulang dan sel pusat folikuler kelenjar limfe. Keterlibatan sumsum tulang, darah perifer, kelenjar limfe dan limpa secara massif adalah karakteristik . penyakit mempunyai riwayat alami yang bervariasi, tetapi dapat resisten terhadap kemoterapi. Sperti pada ProLL, splenektomi dan atau leuukaferesis mungkin bermanfaat.
Leukemia SEl Berambut (Retikuloendoteliiosis Leukemik) – REL
Ini adalah keganasan sel B, tetapi sel yang ganas mempunyai penanda yang sama dengan sel nol, monosit dan sel-T. Penyakit timbul dengan kelahan,kelemahan,turunnya berat badan dan terutama terjadi pada pria usia pertengahan. Splenomegali (90%) umum terjadi dengan hepatomegali (50%) den limfadenopati (25%) juga ditemukan meskipun lebih jarang. Pansitopenia biasanya ditemukan dalam darah perifer, sel berambut juga biasanya ditemukan, tetapi pemeriksaan film darah oleh ahlinya penting untukk identifikasi lebih lanjut. Pemeriksaan sumsum tulang secara khas menunjukkan tap kering dan biopsy trefin penting. Gambaran morfologi meliputi populasi selyang homogeny dengan batas sel yang jelas, sitoplasma jernih dan inti monomorf, nucleoli kecil tanpa mitosis, Fosfatase asam yang resisten tartrat dan sebagian dari arsitektur kelenjar limfe yang masih tersisa.
Penyakit dapat mempunyai riwayat alami yang panjang dengan fluktuasi dalam perjalanan klinis. Pasien tampaknya mempunyai defek kuantitatif dan kualitatif spesifik dalam fungsi monosit makrofag, yang merupakan predisposisi terhadap infeksi oportunistik yang tidak lazim. Banyak cara terapi yang telah digunakan, tetapi tidak ada terapi standar yang dapat direkomendasikan pada saat ini. Pengalaman pada saat ini dengan interferon, merupakan yang paling memberikan harapan dan tampaknya akan menjadi terapi pilihan pertama dalm pasien-pasien ini. Infeksi pada saat penyakit relative stabil merupakan penyebab umum dari kematian. REL merupakan penyakit limfoproliferatif yang paling atipik yang masih harus banyak dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran.1999.Jakarta:Media Aesculapius.
Isbister,James P.Hematologi Klinik. Jakarta:Hipokrates
Wahyudi.Berbagai Macam Penyakit Perawatan dan Pengobatannya.Surabaya:Usaha nasional
0 komentar:
Posting Komentar