Yang diartikan mani atau semen (sperma) ialah ejakulat berasal dari seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar-kelenjar lain dan spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk mengetahui tingkat kesuburan/fertilitas dan infertilitas seorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi kesan, akan kemampuan seorang pria untuk memperoleh keturunan. Sudah jelas bagi kita semua bahwa seorang pria dengan tingkat kesuburan yang rendah atau dengan kata lain steril sulit baginya untuk memperoleh keturunan, demikian juga sebaliknya. Oleh karena hal tersebut diatas, maka seyogyanyalah seorang pria memeriksakan dirinya untuk mengetahui tingkat kesuburannya.
Pemeriksaan mani dengan cara sederhana meliputi makroskopis, mikroskopis, dan kimia, yang menyangkut imunologi tidak disinggung dalam makalah ini.
PEMBENTUKAN SPERMA
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis anterior dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup.
Struktur dari spermotozoa manusia terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Kepala terdiri atas sel berinti padat dan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Di bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang mengandung enzim hialurodinase. Enzim ini mencerna filamen proteoglikan dari jaringan dan enzim proteolitik yang sangat kuat untuk mencerna protein sehingga memainkan peranan penting untuk membuahi ovum.
Gerakan ekor mendekat dan menjauh mamberikan motilitas pada sperma. Sperma yang normal bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan 1 sampai 4 mm / menit. Kecepatan ini akan memungkinkan sperma untuk bergerak melalui traktus genitalis wanita untuk mencapai ovum.
PEMATANGAN SPERMA
Setelah terbentuk dalam tubulus seminiferus sperma membutuhkan waktu beberapa hari untuk melewati epididimis yang panjangnya 6 meter. Sel-sel Sertoli dan epitel epididimis menyekresikan suatu cairan makanan khusus yang diejakulasikan bersama dengan sperma. Cairan ini mengandung hormon (baik testosteron maupun estrogen), enzim-enzim, dan nutrisi khusus yang mungkin penting atau bahkan sangat penting untuk pematangan sperma. Aktivitas sperma sangat ditingkatkan dalam medium netral dan sedikit basa tetapi akan sangat ditekan dalam medium yang agak asam.
PENYIMPANAN SPERMA
Kedua testis dari seorang manusia dewasa muda dapat membentuk kira-kira 120 juta sperma setiap harinya. Sejumlah kecil sperma disimpan dalam epididimis, tetapi sebagian besar sperma disimpan dalam vas diverens dan ampula ves diverens. Sperma dapat disimpan dan mempertahankan fasilitasnya dalam duktus genitalis paling aktif selama satu bulan. Selama waktu ini, sperma disimpan dalam keadaan inaktif yang sangat ditekan karena banyak bahan penghambat dalam bahan sekresi duktus. Sebaliknya, dengan aktivitas seksualitas yang tinggi, penyimpanan yang paling lama tidak lebih dari beberapa hari. Walaupun sperma dapat hidup selama beberapa minggu dalam duktus genitalis testis, hidup sperma pada traktus genetalia wanita hanya 1 sampai 2 hari.
KOMPOSISI SPERMA :
Sperma adalah zat setengah cair atau setengah kental yang terdiri dari dua bagian yaitu plasma sperma (plasma semen) dan spermatozoa. Plasma sperma dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar prostat, vesika seminalis, epididimis, cowper dan littre. Sedangkan spermatozoa dihasilkan oleh aktivitas tubuli seminiferus.
FUNGSI VESIKULA SEMINALIS
Vesikula seminalis menyekresi bahan-bahan mukus yang mengandung banyak fruktosa asam sitrat dan bahan nutrisi lainnya yang dibutuhkan sperma, demikian juga dengan prostaglandin dan fibrinogen. Prostaglandin diperkirakan membantu proses pembuahan dengan dua cara : (1) bereaksi dengan mukus serviks untuk membuat serviks lebih reseptif terhadap gerakan sperma, (2) menyebabkan kotraksi peristaltik baik dalam uterus dan tuba fallopi untuk menggerakkan sperma dalam mencapai ovarium.
FUNGSI KELENJAR PROSTAT
Kelenjar prostat menyekresi seperti susu yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku dan profibrinolisin. Sifat sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk keberhasilan vertilisasi ovum karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma serta sekret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai 4,0). Cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma.
SEMEN
Semen yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen), cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira 30%) dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa terutama kelenjar bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vasikula seminalis yang merupakan cairan yang terakhir diejakulasikan dan berfungsi untuk mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata campuran semen mendekati 7,5.
Cairan prostat membuat semen terlihat seperti susu, sementara cairan vesikula seminalis membuat semen agak kental. Enzim pembeku dari cairan prostat menyebabkan fibrinogen cairan vesikula seminalis membentuk koagulum yang lemah, yang mempertahankan semen dalam daerah vagina yang lebih dalam (leher rahim). Kemudian koagulum dalam waktu 15-20 menit larut karena lisis oleh fibrinolisin yang dibentuk oleh profibrinolisin prostat. Pada menit pertama setelah ejakulasi, sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin karena viskositas koagulum. Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara simultan menjadi sangat motil.
Plasma semen yang merupakan sekret kelenjar genital tambahan sebenarnya tidak dikeluarkan sekaligus sewaktu ejakulasi, tetapi secara bertahap. Ada 4 tahap atau fraksi yaitu:
1. Fraksi Pre ejakulasi
Hasil sekresi dari kelenjar Cowper / Bulbo urethra dan kelenjar Littre. Sekret ini dikeluarkan dari penis jauh sebelum ejakulasi, volume ± 0,2 ml. Diduga berfungsi untuk melicinkan urethra dan melicinkan vagina waktu coitus.
2. Fraksi Awal
Hasil sekresi dari kelenjar Prostat, sekretnya berupa lendir, volume 0,5 ml. Lendir mengandung berbagai zat untuk memelihara spermatozoa ketika berada di luar tubuh.
3. Fraksi Utama
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan spermatozoa yang berasal dari epididimis. Volume ± 2 ml.
4. Fraksi Akhir
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan sedikit sekali spermatozoa (yang non motil). Volume ± 0,5 ml.
Kandungan zat kimia semen
1. Fruktosa
o Dihasilkan oleh vesicula seminalis.
o Berada dalam plasma semen
o Sumber energi bagi motiitas spermatozoa
o 1,5-7,0 mg/ml.
2. Asam sitrat
o Dihasilkan oleh kelenjar prostat
o Menjaga keseimbangan osmotik semen
o Bila zat ni tidak ditemukan dalam semen berarti ada kelainan pada kelenjar prostat.
o Mencegah terjadinya kalkuli konkresi prostat dengan cara mengikat ion Ca.
3. Spermin
o Dihasilkan oleh kelenjar prostat
o Menyebabkan bau yang khas pada semen seperti bau bunga akasia
o Suatu bakteriostatik.
4. Seminin
- Dihasilkan oleh kelenjar prostat
- Mengencerkan lendir servix.
5. Enzim Phosphatase Asam, Glukoronidase, Lisozim dan Amilase
o Dihasilkan oleh kelenjar prostat.
o Memelihara atau memberi nutrisi bagi spermatozoa di luar tubuh demi kelangsungan hidup spermatozoa.
6. Prostaglandin
- Dihasilkan oleh kelenjar vesicula seminalis dan kelenjar prostat.
- Merangsang kontraksi otot polos saluran genitalia wanita sewaktu ejakulasi dan untuk vasodilatasi pembuluh darah.
- Melancarkan spermatozoa saat bermigrasi dari vagina ke tuba fallopi dengan mengurangi gerakan uterus.
7. Na, K, Zn, Mg
o Dihasilkan oleh kelenjar prostat dan vesicula seminalis
o Memelihara pH plasma semen agar tetap pada pH normal 7,2-7,8.
Analisa sperma adalah suatu pemeriksaan laboratoris yang penting untuk menilai fungsi organ reproduksi pria. Dari hasil analisa sperma dapat memberikan kualitas informasi yang banyak kepada kita tentang keadaan testis baik kuantitas maupun kualitas spermatozoanya, fungsi sekretoris kelenjar seks aksesori pria (baik kelenjar prostat, vesikula seminalis, parauretra littre & cowpri), juga epididimis maupun kemungkinan adanya kesalahan fungsi seksual.
Analisa sperma merupakan pemeriksaan yang relatif sederhana dan tidak hanya diperlukan dalam masalah penanganan infertilitas saja, tetapi juga dalam hal-hal lain seperti post vasektomi, hernia inguinalis, gangguan desensus testis, pra klinefelter, kasus-kasus medikolegal, beberapa keluhan seksual, dan sebagainya.
MORFOLOGI SPERMA
1. Spermatozoa Normal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kepala : bentuk oval, batas teratur, mempunyai tepi akrosom yang menutupi > 1/3 permukaan kepala. Panjang = 3-5 U dan lebar = 2-3 U.
b. Leher (neck mid-piece) : ramping, lurus, dan batas teratur. Panjang = 7-8 U dan lebar < 1 U.
c. Ekor (tail) : ramping (tak tergulung), elegant, batas teratur, panjang minimal 45 U.
d. Tanpa adanya Cyptoplasmic-droplet.
2. Spermatozoa Abnormal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kepala
· Pyroform : yaitu kepala berbentuk seperti bola lampu / tetesan air mata dengan ukuran kepala yang normal.
· Tapering / lepto / lisong : yaitu kepala berbentuk seperti cerutu dengan panjang > 7 U dan lebar < 3 U.
· Pinhead : yaitu kepala berbentuk seperti jarum pentul.
· Terato / amorphus : yaitu kepala berbentuk aneh sehingga tidak dapat dikelompokkan.
· Macro : yaitu kepala dengan ukuran yang lebih besar dari normal dan batas tidak teratur.
· Micro : yaitu kepala dengan ukuran yang lebih kecil dari normal dan batas tidak teratur.
· Double/duplicated : yaitu kepala berjumlah dua dengan bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Bagian tengah tidak normal (tidak lurus) sedangkan ekornya tampak kurang jelas.
b. Leher (neck mid-piece)
Adanya defek berupa leher yang lebih tebal atau patah.
c. Ekor (tail)
Ekor dapat berbentuk bengkok, ganda, pendek, patah, coiled (melingkar).
d. Cyptoplasmic droplet
Yaitu sisa cyptoplasma yang melekat pada bagian antara kepala leher atau pada bagian proksimal dari ekor. Ukuran lebih kurang 1/2 besar kepala normal.
MEMPEROLEH SAMPEL
Sebelum menjalani pemeriksaan mani pasien diminta supaya tidak mengadakan kegiatan sexual selama 3-5 hari. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pagi hari, sedekat mungkin sebelum pemeriksaan laboratorium. Mani langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah terbuat dari gelas atau plastic yang bermulut lebar dan yang terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan. Wadah itu harus dapat ditutup dengan baik untuk menjaga jangan sampai sebagian tertumpah. Pasien diminta mencatat waktu pengeluaran mani tepat sampai menitnya dan menyerahkan sampel itu selekasnya kepada laboratorium. Laboratorium juga wajib mencatat waktu pemeriksaan-pemeriksaan dijalankan.
Pemakaian kondom untuk menampung mani tidak dianjurkan karena zat-zat pada permukaan karet mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan lagi.
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan sampel :
- Bila pengambilan dengan cara masturbasi, jangan sampai ada sperma yang tertumpah keluar wadah atau sperma tidak semuanya dikeluarkan. Semua sperma dikeluarkan sampai tetes terakhir.
- Sperma yang telah berhasil dikeluarkan, ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat yang telah ditentukan karena sifat sperma, khususnya spermatozoa mudah rusak karena pengaruh luar.
- Penyerahan sampel sperma ke laboratorium harus segera karena beberapa parameter sperma mempunyai sifat mudah berubah karena pengaruh luar . sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah pH, viskositas , motilitas spermatozoanya dan berbagai sifat biokimianya.
- Bila setelah senggama ke-1, kemudian penderita mengalami mimpi basah (night pollution), maka jarak abstinensia dihitung sejak mimpi basah. Hal ini perlu diutarakan sebab waktu 3 – 5 hari abstinensia sudah cukup untuk memulihkan kembali semua unsur sperma, baik dari sekret kelenjar asesoris alat kelamin laki – laki maupun jumlah spermatozoa dari kegiatan tubuli seminiferi.
- Abstenentia yang kurang atau lebih dari waktu yang ditentukan akan mempunyai nilai lain, dan ini menjadikan nilai hasil pemeriksaan sperma tidak sepenuhnya benar.
Pemeriksaan ulang dapat dilakukan karena pemeriksaan yang hanya satu kali belum mencerminkan spermiogram ( Gambaran ) rata – rata.
Pemeriksaan ulang dapat dilakukan karena pemeriksaan yang hanya satu kali belum mencerminkan spermiogram ( Gambaran ) rata – rata.
- Segera setelah di terima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar.
- Hal lain yang perlu diberitahukan kepada pasien ialah pada waktu abstensia janganlah minum obat-obat apapun, apalagi minum obat-obat perangsang seks, tonikum, atau semacamnya. Hal ini agar diperlukan benar-benar sperma yang diperiksa tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.
Cara memperoleh Sperma
Banyak penderita tidak mengerti bagaimana cara memeriksakan sperma. Kita harus maklum, bahwa pemeriksaan sperma lain dengan pemeriksaan kencing atau tinja, karena bahan-bahan yang terakhir itu dengan wajar dapat dikeluarkan oleh penderita. Tetapi masalah memperoleh sperma yang akan diperiksa merupakan persoalan tersendiri untuk penderita. Hal ini dapat dimengerti, sebab tidak pada setiap kesempatan seseorang dapat mengeluarkan sperma. Adapun cara-cara yang digunakan untuk memperoleh sampel sperma yaitu dengan :
1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan. Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang, sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi saat dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan dari cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol kaca yang bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan tempat lain dengan syarat tidak spermatotoksik.
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan. Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang, sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi saat dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan dari cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol kaca yang bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan tempat lain dengan syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan hubungan saat akan keluar sperma. Walaupun cara ini banyak dilakukan untuk memperoleh sampel sperma untuk diperiksa, namun cara ini kurang baik karena hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil pemeriksaannya mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di bawah kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina sehingga tidak sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa sperma yang dikeluarkan pada waktu ejakulasi terbagi menjadi beberapa tahap, paling sedikit dua tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat yang mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap yang kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau bahkan sering tidak dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung porsi fruktosa yang terbanyak. Dalam pengendalian orgasme sewaktu melakukan interuptus tidak menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di vagina sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang tidak lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom untuk menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena zat-zat pada permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang bersifat spermicidal yang mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan. Selain daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma sewaktu pelepasan kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada beberapa kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma, karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik dengan permukaan halus, dapat digerakkan dengan baterai yang menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis, akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak dianjurkan karena dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan sperma tercampur dengan sekret vagina, sehingga akan didapatkan hasil yang tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.
Wadah Penampung
Mani langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah terbuat dari gelas atau plastik yang bermulut lebar dan yang lebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan. Wadah harus dapat ditutup dengan baik untuk menjaga jangan sampai sebagian tertumpah. Pasien diminta mencatat waktu pengeluaran mani tepat sampai menitnya dan menyerahkan sampel itu selekasnya kepada laboratorium. Laboratorium juga wajib mencatat waktu pemeriksaan-pemeriksaan dijalankan.
Penyerahan sampel sperma
Segera setelah sperma ditampung, maka sperma harus secepatnya diserahkan kepada petugas laboratorium. Hal tersebut perlu dilakukan karena beberapa parameter sperma mempunyai sifat mudah berubah oleh karena pengaruh luar. Sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah pH, viskositas, motilitas dan berbagai sifat biokimianya.
Waktu pemeriksaan
Setelah penderita diberikan penerangan tentang cara-cara serta syarat-syarat pengeluaran sperma dan lainnya, maka waktu pengeluaran sperma dapat pula ditetapkan. Hal ini tergantung dari kesiapan pasien dan kesiapan laboratorium. Kalau syarat-syarat serta semua persiapan baik penderita maupun laboratorium telah dipenuhi, maka pengeluaran sperma dapat dilakukan.
Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh sperma tidak boleh didinginkan dibawah 20°C atau dipanaskan diatas 40°C, oleh karena kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.
Hal-hal lain
Hal lain yang perlu diutarakan pada pasien adalah pada waktu abstinensia janganlah minum obat - obat apapun, apalagi minum obat-obat perangsang seks, tonikum atau semacamnya. Hal ini diperlukan agar benar-benar sperma yang diperiksa tidak dipengaruhi oleh obat – obatan. Kalau perlu dicatat obat yang dimakan dalam 1-2 minggu sebelum analisis dilakukan.
Secara teknis laboratoris analisa sperma dibagi menjadi dua yaitu : Analisa sperma dasar (rutin) dan Analisa sperma lengkap. Untuk praktikum yang dikerjakan adalah Analisa sperma dasar (rutin). Analisa sperma dasar dilakukan menurut tahapan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Makroskopis yang meliputi : koagulum, likuefaksi, warna, bau, volume, viskositas, dan pH.
2. Pemeriksaan Mikroskopis, ada 2 macam, yaitu :
a. Pemeriksaan Mikroskopis pertama yang meliputi kepadatan, motilitas, aglutinasi, round cell, dan viabilitas.
b. Pemeriksaan Mikroskopis kedua yang meliputi jumlah spermatozoa dan morfologi spermatozoa.
Sedangkan Analisa sperma lengkap, selain pemeriksaan analisa sperma dasar seperti di atas, ditambah dengan :
1. Pemeriksaan Biokimia yang meliputi fruktosa, fosfatase asam, asam sitrat, Zn dan Mg.
2. Pemeriksaan Tambahan, yang meliputi uji MAR, uji butir imun, biakan sperma, uji kontak sperma getah serviks, dan biopsi testis.
A. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis memperhatikan volume, warna kekeruhan dan kentalnya mani, selain itu biasanya pH juga diperiksa. Mengukur volume dilakukan dengan memindahkan ejakulat kedalam gelas ukur 5 atau 10 ml sesuai dengan keadaan yang dihadapi.
1. Likuefaksi (pencairan)
Sperma yang baru saja dikeluarkan selalu menunjukkan adanya gumpalan diantara lendir putih yang cair. Liquefaction ini terjadi karena daya kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat antara lain enzim seminin. Untuk sperma yang normal gumpalan ini akan mencair setelah waktu 15-20 menit.
Makna Klinis :
Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi berarti terjadi gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim seminin.
2. Pemeriksaan Viscositas (Kepekatan)
Setelah terjadi likuefaksi, biasanya cairan sperma menjadi homogen, tetapi tetap menunjukkan suatu sifat kepekatan. Untuk mengukur suatu viscositas dari sperma yang termudah dengan jalan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik, maka akan terjadi benang yang panjangnya antara 3-5 cm. makin panjang benang yang terjadi, maka makin tinggi viscositasnya. Pengukuran viscositas seperti tersebut diatas sifatnya sangat subyektif dan tergantung dari keterampilan si pemeriksa. Ada suatu cara yang lebih tepat untuk mengukur suatu viscositas dengan mempergunakan suatu pipet standar yang disebut Pipet Elliasson. Pipet ini mempunyai volume 0, 1 ml.
Prosedur :
Prosedur :
- Sperma diisap dengan pipet Elliason sampai menunjukkan volume 0,1 ml.
- Kemudian tekanan dilepaskan.
- Tetesan pertama diukur dengan stopwatch.
Normal : 1-2 detik
Catatan :
Baik liquefaction maupun viscositas tergantung dari daya kerja enzim-enzim kelenjar prostat. Perlu ditekankan bahwa viscositas sangat erat hubungannya dengan motilitas spermatozoa, artinya viscositas yang tinggi sering disertai dengan motilitas yang rendah.
Makna klinis :
Ø Jika semen terlalu kental (panjang benang > 5 cm) maka enzim likuefaksi dari prostat kurang berfungsi.
Ø Jika terlalu encer (panjang benang <8 maka radang akut pada kelenjar genitalia tambahan atau epiddiymitis.
Hypospermia disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
- Sampel tumpah karena tidak hati-hati, ini disebut kesalahan tehnis.
- Gangguan patologis dan genetis pada organ genitalia
- Vesicula seminalis tidak berfungsi
- Gangguan hormonal atau akibat radang.
Hyperspermia disebabkan oleh abstinensi yang terlalu lama dan kelenjar genitalia tambahan terlalu aktif.
3. Koagulan (gumpalan) : ada atau tidak.
Normal : ada koagulum
Abnormal : tidak ada koagulum
4. Warna : lihat dengan mata telanjang dengan latar belakang putih
Normal : transluen (putih kanji) sampai putih keabu-abuan atau putih kekuningan koagulum.
Abnormal : kemarahan / merah darah disebut hemospermia, sedangkan putih susu disebut lekospermia.
5. Bau : dengan penciuman apakah baunya khas atau tidak.
Normal : bau khas seperti bunga akasia (langu).
Abnormal : tidak khas, misal amis, pesing atau bau obat.
Setelah likuefaksi selesai, periksa :
6. Volume : masukkan sperma ke dalam gelas ukur dan amati tinggi lapisan atas, tulis volume menunjuk angka berapa sampai satu angka di belakang koma.
Normal : 2 – 6 cc.
Abnormal : apabila <1,0 cc disebut hipospermia
apabila >6,0 cc disebut hiperspermia
B. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah sperma mengalami liquefaction. Jadi kira-kira 20 menit setelah dikeluarkan. Adapun pemeriksaan mikroskopis yang umum dilakukan meliputi:
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
a. Mekanisme pergerakan
Spermatozoa bergerak (Motil), dengan maksud agar sampai dialat reproduksi wanita untuk pembuahan. Energi untuk motilitas bersumber pada bagian tengah spermatozoa. Dibagian tengah itu dapat diibaratkan generator spermatozoa. Energi dari bagian tengah disalurkan kebagian distal, yaitu ke ekor, kemudian ekor bergerak. Jadi ekor dapat diibaratkan sebagai kemudi juga sebagai pendorong spermatozoa.
Energi yang keluar menyebabkan dua macam gerakan. Pertama, gerakan bergelombang keujung ekor. Gelombang itu makin ke ekor makin lemah. Gerakan kedua bersifat sirkuler. Energi yang keujung ekor itu tidak lurus kebelakang tapi arahnya melingkari batang tubuh bagian tengah, terus keujung ekor.
Maka dari itu dapat dibayangkan bahwa hanya spermatozoa yang normal saja yang dapat bergerak normal pula. Sebab andaikata bentuk kepala spematozoa tak normal katakanlah bentuk terato maka arah gerakan tak mungkin lurus ke depan sebab bagian depan sedemikian tak ideal untuk memperoleh gerak lurus . Demikian pula andaikata terdapat bagian tengah yang bengkok, bagian ekor yang melingkar, bagian kepala yang masih tertempel oleh sisa sitoplasma (imatur) kesemuanya mengakibatkan terganggunya gerak lurus ke depan dan lincah.
b. Macam Motilitas spermatozoa
Berdasarkan mekanisme motilitas tersebut dapat dibedakan dua macam motilitas spermatozoa, yaitu :
· Spermatozoa Motilitas Baik.
Spermatozoa bergerak lurus kedepan, lincah, cepat dengan beat ekor yang berirama.
· Spermatozoa Motilitas Kurang Baik.
Semua motilitas spermatozoa kecuali yang tersebut spermatozoa motilitas baik, dianggap spermatozoa dengan motilitas kurang baik atau jelek.
Yang termasuk motilitas spermatozoa kurang baik ialah :
- Motilitas bergetar atau berputar
Spermatozoa hanya bergetar dalam satu bidang saja dan kadang-kadang berhenti. Ekor hanya bergetar kekiri atau ke kanan tak bergetar rotasi meskipun frekuensi getarnya dapat tinggi. Karena terdapat kelainan morfologis atau kelainan pengantaran energi gerak melingkar maka spermatozoa dapat menempuh gerakkan kurva, spematozoa motilitasnya berputar-putar saja.
- Motilitas tanpa arah
Pada keadaan ini ekor spermatozoa dapat bergetar tinggi atau rendah. Kepala bergerak tak teratur. Kelainan ini disebabkan adanya bentuk spermatozoa abnormal maupun distribusi dan pengantaran energi tak normal pada spermatozoa.
- Motilitas karena asimetri kepala atau ekor
Motilitas jenis ini disebabkan karena kelainan morfologi spermatozoa sehingga memyebabkan motilitasnya melingkar baik searah maupun berlawanan dengan jarum jam. Kalau morfologi ekor spermatozoa asimetri, amplitudo getaran juga tidak teratur. Kalau pengantaran energi rotasi ada atau tak teratur sedang ekor asimetri terjadi motilitas dengan arah melingkar.
- Motilitas spermatozoa imatur
Spermatozoa imatur mungkin berbentuk normal dan mungkin pula tidak normal karena adanya beban droplet (sisa) sitoplasma maka arah gerak kepala berat sebelah. Kalau sistem pengantaran energi belum masak pula dapat terjadi motilitas yang bemacam-macam “rocking” melingkar dan gerak tak teratur. Demikian pula andaikata sisa sitoplasma terletak dibagian tengah atau ekor spermatozoa motilitas yang timbul akan bermacam-macam.
- Motilitas spermatozoa teraglutinasi
Motilitas spermatozoa ini terbatas karena spermatozoa melekat satu dengan yang lain (aglutinasi sejati) atau karena melekat pada benda lain (sel bulat, kristal, bakteri, protozoa dll) bila terdapat aglutinasi palsu. Tergantung macam aglutinasi (kepala-kepala, ekor-ekor, dan ekor-kepala) motilitas yang terjadi akan berlainan pula.
- Motilitas spermatozoa terperangkap
Motilitas jenis ini terbatas karena terperangkap oleh sperma yang belum mengalami likuefaksi total, meskipun telah melewati batas normal waktu likuefaksi. Hal ini akan terlihat kalau sperma diperiksa motilitas berurutan yaitu langsung setelah ejakulasi dan setiap setengah jam setelah ejakulasi.
- Motilitas spermatozoa yang lemah
Spema yang kekurangan energi mempunyai gerakan lemah, meskipun arahnya ke depan beat ekor teratur, lurus namun tak lincah. Hal ini dapat disebabkan karena sperma telah lama tak diperiksa, sehingga energi untuk motilias berkurang. Dalam hal ini fruktosa telah banyak dipecah (fruktolisis). Penyebab lain ialah memang cadangan energi berkurang sejak awal misalnya pada kelainan vesika seminalis.
- Spermatozoa yang tidak bergerak
Spermatozoa yang sama sekali tidak bergerak dan tetap diam ditempat.
c. Pemeriksaan motilitas spermatozoa :
Pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara meneteskan setetes sperma pada gelas obyek. Tetesan diusahakan sama besarnya untuk setiap pemeriksaan. Bilamana tetesan tidak sama besarnya pengamatan spermatozoa secara prosentase dan kuantitatif akan berbeda. Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan tetesan sperma yang sama, yaitu :
- Sperma diteteskan dengan pipet
Diharapkan dengan tetesan pipet volume sperma yang diteteskan sama. Dalam hal ini untuk setiap sperma harus memakai pipet yang berbeda dan harus baru/bersih benar. Sebab kalau sebuah pipet telah pernah digunakan untuk satu sperma, kemudian dipergunakan untuk sperma lainnya akan ada unsur pada sperma pertama yang terpindahkan ke sperma kedua. Kalau misalnya sperma yang kedua azoospermi maka kemungkinan akan dinilai tidak azoospermi sebab telah tercampur oleh spermatozoa dari sampel pertama.
- Sperma diteteskan dengan batang pangaduk terbuat dari pada gelas
Cara ini kebanyakan akan memperoleh tetesan yang sama besar. Apalagi kalau ujung batang gelas tidak sama besarnya. Keadaan yang mempengaruhi ialah kekentalan sperma . Bila sperma kental tetesan akan berbeda bilamana sperma encer. Perbedaan-perbedaan ini dapat diatasi kalau para pemeriksa sperma banyak pengalaman meneteskan sperma pada gelas objek.
- Sperma diteteskan dengan batang kawat baja berujung bulat
Dengan cara ini memang diperoleh ukuran tetesan yang sama. Untuk menghindari kontaminasi sperma lain maka setelah loop dipakai untuk satu spesimen sperma, kemudian dibakar, setelah itu dapat dipergunakan untuk memeriksa sperma yang lain.
Tujuan : untuk mengetahui dan menentukan baik tidaknya pergerakan (motilitas) spermatozoa dan jumlah prosentase yang bergerak.
Tujuan : untuk mengetahui dan menentukan baik tidaknya pergerakan (motilitas) spermatozoa dan jumlah prosentase yang bergerak.
Prinsip : Sperma dengan zat tambahan atau tidak dilihat pergerakannya dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x45 dan hasilnya dilaporkan dalam persen ( % ).
Alat : - Objek Glass - Pipet tetes
Alat : - Objek Glass - Pipet tetes
- Cover glass – Mikroskop
Prosedur :
- Ambil 1 tetes sperma letakkan diatas objek glass.
- Tutup dengan cover glass.
- Periksa dibawah mikroskop perbesaran objektif 40-45x.
- Periksa adanya spermatozoa yang :
· Bergerak aktif (%)
· Bergerak tidak aktif (%)
· Tidak bergerak (%)
d. Penilaian motilitas spermatozoa
Penilaian motilitas spermatozoa dilakukan sebagai berikut :
• Spermatozoa yang bergerak aktif adalah spermatozoa yang bergerak cepat ke depan, lincah dan aktif (%)
• Spermatozoa yang kurang aktif bergerak adalah spermatozoa yang bergerak berputar di tempat (%)
• Spermatozoa tidak bergerak (%).
• Jumlah spermatozoa yang aktif ditentukan dalam persen (%). Misalnya : jumlah spermatozoa 110 yang bergerak aktif 50 maka spermatozoa yang aktif adalah 50/110 x 100% = 45,5%
• Besar kecilnya tetesen dan berat ringannya gelas penutup berpengaruh pada motilitas spermatozoa. Sebelum diteteskan sperma terlebih dahulu diaduk rata sehingga homogen. Motilitas spermatozoa biasanya dilihat setelah terjadi likuefaksi lengkap.
• Pemeriksaan harus segera dilakukan setelah gelas obyek ditempelkan. Bila terlalu lama dibiarkan baru kemudian diperiksa akan terjadi perbedaan dalam motilitas spermatozoa.
• Untuk tahap permulaan sediaan diperiksa dengan pembesaran objektif 10 x. Setelah itu diganti dengan pembesaran objektif 40 x
• Dalam keadaan normal yang motil aktif harus diatas 70%, yang motil lemah dibawah 20% dan tidak motil dibawah 0%.
e. Berkurangnya derajat motilitas
Spermatozoa akan berkurang motilitasnya bila dibiarkan setelah ejakulasi. Angka yang dilaporkan perlu dihubungkan dengan waktu yang sudah berlalu sejak saat ejakulasi, semakin banyak waktu lewat, semakin berkurang motilitas spermatozoa. Penilaiannya :
- Biasanya didapat bahwa sampai 1 jam setelah dikeluarkan, mani berisi 70% atau lebih spermatozoa aktif, angka itu terus menerus menurun sehingga menjadi 50% sekitar 5 jam lewat ejakulasi.
- Pada keadaan normal kemunduran motilitas terjadi kira-kira 10-20% dalam waktu 2-3 jam.
- Dalam melaksanakan pemeriksaan motilitas berurutan ini temperatur laboratorium harus dijaga agar konstan, sebab perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa.
Dalam pemeriksaan rutin tidak banyak gunanya mengikuti penyusutan motilitas dari jam ke jam, berkurangnya motilitas banyak dipengaruhi oleh cara menyimpan sampel.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan motilitas sperma :
· Tetesan pada objek glass diusahakan sama besarnya untuk setiap pemeriksaan. Bilamana tetesan tidak sama besarnya pengamatan spermatozoa secara prosentase dan kuantitatif akan berbeda
· Tekanan gelas penutup pada tetesan sperma harus rata dan sama bagi tiap sampel sperma untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang cermat, sebab besar kecilnya tetesan dan berat ringannya gelas penutup berpengaruh pada motilitas spermatozoa.
· Pemeriksaan harus dilakukan setelah gelas objek ditempelkan. Bila terlalu lama dibiarkan, baru kemudian diperiksa, akan terjadi perbedaan dalam motilitas spermatozoa.
· Pemeriksaan motilitas sperma biasanya dilaksanakan setelah liquefaksi terjadi keseluruhan. Pada saat itu sperma telah homogen, sehingga spermatozoa dapat lebih bebas. Liquefaksi sempurna biasanya terjadi 15- 30 menit setelah ejakulasi.
· Pemeriksaan motilitas berurutan sampai 2-3 jam seteleh ejakulasi dimaksudkan untuk mengetahui derajat penurunan motilitas spermatozoa. Sebab pada keadaan normal, kemunduruan motilitas terjadi kira-kira 10-20 % dalam waktu 2 – 3 jam. Tetapi kalau dalam waktu tersebut turunnya motilitas lebih dari 20 %, berarti daya tahan motilitas spermatozoa itu berkurang.
· Dalam melaksanakan pemeriksaan motilitas berurutan ini, temperatur laboratorium harus dijaga agar konstan, sebab perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa.
· Sperma yang diteteskan pada gelas obyek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Menutupnya harus baik agar jangan sampai ada gelembung udara di dalamnya atau jangan sampai tetesan sperma luber keluar gelas penutup.
· Tekanan gelas penutup pada tetesan sperma harus rata dan sama bagi setiap sampel sperma. Untuk maksud itu tidak boleh sembarang ukuran gelas penutup dipergunakannya. Gelas penutup harus yang sama ukurannya yaitu 18 mm x 18 mm.
2. Pemeriksaan Vitalitas Spermatozoa
Spermatozoa yang tidak bergerak, belum tentu mati. Adakalanya lingkungannya tidak cocok, spermatozoa tidak bergerak. Tetapi kalau keadaan lingkungannya suatu ketika baik, ada kemungkinan spermatozoa bergerak lagi. Maka dari itu perlu dibedakan lagi antara spermatozoa yang hidup dengan spermatozoa yang mati. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan vitalitas spermatozoa.
Untuk memeriksa vitalitas spermatozoa, dilakukan pengecatan vital atau vital staining. Cara ini digunakan untuk memastikan diagnosa nekrozoospermia.
Metode : Eosin-Nigrosin Supravital Stainning Sperma Viability
Tujuan : Untuk membedakan dan mengetahui sperma yang hidup dan yang mati.
Prinsip : Sampel sperma dibuat hapusan, diwarnai, dikeringkan dan diperiksa sperma yang mati dan yang hidup dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100.
Prinsip : Sampel sperma dibuat hapusan, diwarnai, dikeringkan dan diperiksa sperma yang mati dan yang hidup dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100.
Alat :
- Pipet tetes - Rak dan bak pewarnaan
- Objek glass - Tabung reaksi
- Mikroskop - Botol semprot
Reagensia :
- Eosin 5 %
- Negrosin 10 %
Cara Kerja :
- Sampel sperma diteteskan kedalam tabung reaksi kecil
- Ditambahkan 1 tetes eosin 5 % dan 1 tetes negrosin 10 %, di aduk
- Diambil 1 tetes, dibuat hapusan diatas objek glass, dikeringkan.
- Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x100 pada 100 lapang pandang dan hasil dinyatakan dalam persen ( % ).
- Diambil 1 tetes, dibuat hapusan diatas objek glass, dikeringkan.
- Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x100 pada 100 lapang pandang dan hasil dinyatakan dalam persen ( % ).
Penilaian :
Spermatozoa yang mati akan berwarna merah
Spermatozoa yang hidup akan terlihat tidak berwarna
Nilai Normal : 75 % atau lebih spermatozoa yang hidup.
Hal – hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan vitalitas :
· Spermatozoa yang hidup (Viable) tidak berwarna, dengan latar belakang kemerahan, sedangkan spermatozoa yang mati berwarna kemerahan karena dinding spermatozoa rusak, zat warna masuk kedalam sel, sel berwarna merah. Spermatozoa hidup tetap tak berwarna karena dinding sel masih utuh, tidak dapat ditembus zat warna.
· Untuk membuat pengecatan vitalitas yang baik, zat warna harus baru jangan terlalu kental dan jangan banyak endapan.
7. Pemeriksaan Jumlah Spermatozoa
Menghitung jumlah spermatozoa dapat dilakukan dengan metode hemocytometer biasa menggunakan pipet Thoma atau dengan modifikasi hemocytometer dengan pengenceran dalam tabung menggunakan Clinipette. Larutan yang biasa yang dipergunakan ialah larutan pengencer 5% Natrium bikarbonat dalam aquadest ditambah dengan formaldehide 1 ml.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai zat spermisida yang mematikan spermatozoa, serta merupakan garam fisiologis. Dengan demikian spermatozoa yang terdapat didalam kamar hitung dapat lebih cermat dihitung.
Jumlah spermatozoa dihitung menurut beberapa cara :
1. Jumlah Spermatozoa per ml ejakulat.
2. Jumlah Spermatozoa per volume ejakulat.
Namun yang umum dipakai adalah spermatozoa per ml ejakulat. Bilamana menghendaki perhitungan untuk seluruh ejakulat, tinggal mengalikan dengan volume ejakulat.
Tujuan : Untuk mengetahui jumlah sperma yang terdapat dalam sampel sperma yang diperiksa.
Prinsip : Sampel sperma diencerkan dalam pipet lekosit dengan larutan pengencer tertentu, diperiksa dalam bilik hitung.
Alat : - Kamar hitung Improved Neubauer atau Burker
- Pipet Thoma leukosit atau eryhtrosit
- Kertas saring / tissue
Reagensia :
Larutan Pengencer Sperma :
- NaHCO3 ...............................5 gram
- Formalin 5%,..............................1 ml
- Larutan Eosin 2%.......................5 ml
- Aquadest add.........................100 ml
Prosedur :
Cara Pipet Thoma :
- Isap sperma dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5 tepat.
- Isap larutan Pengencer Sperma sampai tanda 11 tepat.
- Kocok selama 2 menit, buang cairan 3-4 tetes, masukkan dalam kamar hitung improved Neubauer dengan menempelkan ujung pipet ditepi kaca penutup.
- Hitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak sedang
- Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
Cara Tabung dengan Clinipette :
- Masukkan 400 ul cairan pengencer sperma kedalam tabung reaksi dengan clinipette.
- Buang 20 ul dengan clinipette cairan tadi.
- Pipet 20 ul sperma yang telah dihomogenkan dan campur dengan larutan pengencer.
- Kocok beberapa kali tabung atau letakkan diatas pengocok khusus (vibrator).
- Masukkan dalam kamar hitung improved Neubauer dengan menempelkan ujung clinipette ditepi kaca penutup.
- Hitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak sedang
- Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
Perhitungan :
Misal jumlah didapat : 200 spermatozoa
200 x 50 = 10.000/mm3= 10.000 x 1000 = 10 juta/ml
Nilai Normal : 20 – 70 juta / ml
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan jumlah sperma :
· Biasanya didapat 70 juta atau lebih banyak spermatozoa per ml ; kalau jumlah kurang dari 20 juta per ml , ada kemungkinan mati itu kurang memadai dalam hal fertilitas.
· Tetapi kita harus berhati – hati dalam mengambil kesimpulan seperti itu. Tidak jarang dilihat bahwa hasil pemeriksaan mani berikutnya atau yang mendahuluinya berbeda jauh. Dapat juga dilakukan pada pemeriksaan motilitas hanya sedikit sekali spermatozoa kelihatan bergerak aktif.
Catatan :
- Untuk mempermudah penghitungan didalam bilik hitung dapat digunakan pipet eryhtrosit sebagai pipet pengencer dan sperma diisap sampai 0,5 tepat dan pengencer 101. pengenceran pipet 200x dikalikan untuk perhitungan.
- Untuk pengenceran yang lebih teliti sebaiknya menggunakan pengenceran menggunakan Clinipette dalam tabung. Pengenceran dapat diubah sesuai dengan keinginan.
- Menurut R. Gandasoebrata bila tidak memiliki larutan pengencer Natrium bikarbonat maka dapat digunakan aquadest sebagai larutan pengencer.
- Menurut R. Gandasoebrata bila tidak memiliki larutan pengencer Natrium bikarbonat maka dapat digunakan aquadest sebagai larutan pengencer.
8. Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa
Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat bentuk-bentuk spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala dari spermatozoa. Seperti diketahui spermatozoa mempunyai beberapa macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui beberapa banyak bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Bentuk yang normal adalah spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval dan mempunyai ekor yang panjang. Untuk pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan preparat smear di atas objek glass, yang dibiarkan kering dalam temperatur kamar. Setelah preparat smear tersebut kering, maka selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan.
Agar memperoleh hasil yang baik pemeriksaan morfologi spermatozoa dilakukan pengecatan khusus. Terdapat berbagai macam pengecatan guna memeriksa morfologi spermatozoa, diantaranya Giemsa, Wright, Romanowsky, May Grunwald, Kiewit de Jong.
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan morfologi sperma dalam sampel yang diperiksa.
Prinsip : Sperma dibuat hapusan diwarnai dengan giemsa, dicuci, dikeringkan dan diperiksa morfologi sperma dibawah mikroskop dengan anisol perbesaran 10 x 100.
Alat – alat : - Pipet tetes - Mikroskop
Alat – alat : - Pipet tetes - Mikroskop
- Objek glass - Botol semprot
- Rak dan Bak pewarnaan - Lampu spritus
Reagensia : Karbol Fuchsin 0,25 %
Cara Kerja :
a. Cara Karbol Fuchsin
- Setetes sperma dibuat hapusan diatas objek glass.
- Difiksasi dengan nyala api 2 – 5 kali
- Diwarnai dengan carbol fuchsin 0,25% selama 5 Menit, dicuci dengan air.
- Dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
b. Cara Giemsa
- Sediaan hapus difiksasi dengan metanol selama 10 menit.
- Sisa metanol dibuang, sediaan dibiarkan kering di udara.
- Sediaan dicat dengan larutan Giemsa (17 tetes giemsa dicampur dengan 5 ml aquades) selama 20 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
c. Cara Hematoxilin Meyer
- Sediaan hapus ditetesi larutan formalin 10% selama 1 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest.
- Sediaan dicat dengan hematoksilin menurut Meyer selama 2 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
d. Cara O.Steeno
- Sediaan hapus dimasukkan ke dalam larutan metanol selama 5 menit dan dikeringkan diudara.
- Sediaan dicelupkan kedalam larutan safranin 0,1% selama 5 menit
- Sediaan dibilas dalam air buffer dua kali.
- Sediaan dicelupkan kedalam larutan kristal violet 0,25% selama 5 menit
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
e. Cara lain dengan Fast Green, Wright, Bryan/leishman, Papanicolou, Romanowsky dan lainnya.
Morfologi spermatozoa :
• Spermatozoa Normal :
Spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval, reguler, dengan bagian tengah utuh dan mempunyai ekor tak melingkar dengan panjang 45 um.
• Spermatozoa Abnormal :
Spermatozoa disebut abnormal bilamana terdapat satu atau lebih dari bagian spermatozoa yang abnormal. Jadi meskipun kepala spermatozoa oval, tetapi kalau bagian tengah menebal, maka dikatakan abnormal.
Abnormalitas kepala :
- Kepala oval besar
Spermatozoa normal dengan ukuran kepala lebih besar dari normal. Panjang kepala >5µ dan lebar >3 µ
- Kepala oval kecil
Spermatozoa normal dengan ukuran kepala lebih kecil dari normal. Panjang kepala <3>2 µ.
- Kepala pipih (tapering head = lepto)
Kepala spermatozoa berbentuk seperti cerutu dengan kedua sisinya sejajar, bentuk ramping dan agak panjang, akrosomnya dapat berujung lancip atau tidak.
- Kepala berbentuk pir (piriform head)
Kepalanya nyata atau bahkan lebih menyolok berbentuk sebagai tetesan air, bagian runcing berhubungan dengan bagian tengah.
- Kepala dua (duplicated head)
Spermatozoa dengan memiliki dua kepala.
- Kepala berbentuk amorfous (terato)
Bentuk kepala yang tak menentu atau sangat besar dengan struktur yang aneh.
Abnormalitas bagian tengah :
- Bagian tengah tebal
- Bagian tengah patah
- Tak mempunyai bagian tengah
Abnormalitas ekor :
- Ekor sangat melingkar
- Ekor patah yang meninggalkan sisa ekor.
- Ekor lebih dari satu
- Ekor sebagai tali terpilin
· Spermatozoa imatur
Spermatozoa yang masih mengandung sisa sitoplasma, yang paling tidak besarnya separuh dari ukuran kepala dan masih terikat, baik pada kepala, bagian tengah maupun pada ekor spermatozoa.
• Leukosit dalam sperma :
Dalam sperma kecuali terdapat spermatozoa juga terdapat rundzellen / round cell atau sel bundar yang terdiri dari leukosit dan sel-sel spermiogenesis. Dalam keadaan biasa terdapat leukosit dalam sperma, jumlahnya meningkat melebihi normal akan berpengaruh terhadap gambaran spermiogenesis, sehingga perlu dilakukan penghitungan leukosit.
• Menghitung rundzellen (sel bundar) :
Karena terdiri dari dua sel yaitu sel muda sperma dan leukosit, maka untuk membedakannya dapat dilakukan penghitungan sebagai berikut :
- 1 tetes sperma ditambah 1 tetes larutan Sedicolor (larutan Methylen Blue) diaduk rata diobjek glass, dibiarkan beberapa menit, diperiksa di mikroskop dengan pembesaran 400-600 kali.
- Dilakukan diferensiasi antara sel spermatozoa muda dan leukosit yang dinyatakan dalam 100%.
- Ciri-ciri sel :
Sel spermiogenesis : Dinding sel tampak tebal dengan inti yang kompak.
Leukosit : Dinding kelihatan tipis dengan inti yang khas untuk leukosit.
- Dihitung 100-200 sel bundar dan cara ini dilakukan jika junlah sel bundar per Lp lebih dari 6-10.
Leukosit : Dinding kelihatan tipis dengan inti yang khas untuk leukosit.
- Dihitung 100-200 sel bundar dan cara ini dilakukan jika junlah sel bundar per Lp lebih dari 6-10.
Jika pada sediaan jelas terlihat adanya leukosit maka dapat dipakai cara tanpa pengecatan, yaitu :
- 0,1 ml sperma diteteskan diatas objek glass lalu ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa dengan pembesaran 400-600 kali.
- Jika didapat sel leukosit 6-10/Lp atau lebih, kemungkinan menunjukkan adanya infeksi pada traktus genitalis.
Hal – hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan morfologi sperma :
· Untuk sperma dengan kepadatan tinggi, tetesan dibuat kecil dan hapusannya lebih cepat dan berat dan untuk spermatozoa kepadatan rendah dibuat tetesan lebih besar dan hapusannya lebih lambat dan ringan.
· Jika jumlah kepadatan spermatozoa kurang dari 10 juta / ml sediaan hapus dibuat dari sentrifugasi dengan 2000 rpm selama 15 menit.
· Sediaan / hapusan sperma dapat diwarnai dengan cat : Giemsa, Mayer, O. Steeno, Fast green, Wright, Bryan / leishman dan papanocolou.
· Sel-sel bundar terdapat pula pada ejakulat, dan dapat diamati pada analisis sperma. Pada pemeriksaan sperma dengan pengecetan sederhana, yakni dengan metilin blue, sel – sel tersebut telah tampak sel-sel itu ialah lekosit, polimorfonuklear dan monosit.
5. Aglutinasi Spermatozoa
Aglutinasi spermatozoa ialah penggumpalan atau perlekatan antara satu spermatozoa dengan beberapa spermatozoa yang lain. Aglutinasi spermatozoa dapat disebabkan oleh faktor imunologis dan non-imunologis. Cara membedakan keduanya dengan mengukur titer antibodi yang terdapat pada pasangan suami isteri. Namun guna informasi pendahuluan proses aglutinasi spermatozoa, dapat dilakukan cara : Satu tetes sperma diberi garam fisiologis.
Kalau terjadi aglutinasi sejati, spermatozoa akan tetap melekat satu dengan yang lain. Kalau dengan penambahan garam fisiologis spermatozoa lepas satu dengan yang lain, maka aglutinasi tersebut adalah aglutinasi palsu.
Cara lain oleh Hellinga (1976)
Setetes sperma segar, setelah likuefaksi total, diletakkan pada objek glass, lalu ditutup dengan gelas penutup. Sediaan dibiarkan tidak disentuh sedikitpun selama paling tidak 1 jam. Pada sperma tertentu akan terjadi penggumpalan satu dengan yang lain.
Macam-macam aglutinasi atau penggerombolan spermatozoa tersebut yaitu :
a. Aglutinasi ekor dan ekor
Pada keadaan ini ujung atau bagian ekor yang lebih proksimal bersentuhan atau berlekatan satu dengan yang lain, sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini dinamakan tail to tail agglutination (TT).
b. Aglutinasi kepala dan kepala
Pada keadaan ini kepala spermatozoa saling berlekatan atau bergerombol, sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini dinamakan head to head agglutination (HH).
c. Aglutinasi kepala dengan ekor
Pafa keadaan ini kepala satu spermatozoa atau lebih berlekatan dengan ekor sebuah spermatozoa atau lebih. Ini dinamakan head to tail agglutination (HT).
d. Spermatozoa saling menggerombol atau melekat pada suatu sel muda spermatozoa, epitel atau lain-lain benda pada sperma.
e. Spermatozoa dapat menggerombol seperti benang pada pinggir daerah sperma tertentu. Ini dinamakan aglutinasi rantai (string agglutination)
6. Benda-benda khusus spermatozoa
Didalam sperma kecuali spermatozoa dan spermatozoa muda, terdapat benda-benda khusus lainnya. Benda-benda itu berasal dari saluran genital atau kelenjar asesoria atau benda-benda lain baik hidup maupun benda mati.
a. Benda-benda mati
-Sel epitil
Biasanya berupa sel epitil pipih, yang berasal dari lepasan sel pada saluran urogenitalis. Sel pada traktus urogenitalis memang mudah lepas, apalagi kalau terjadi proses keradangan, sehingga tambahan diagnostik untuk sesuatu keradangan.
-Kristal-kristal
Kristal-kristal ini berasal dari kelenjar-kelenjar asesoria.kristal yang banyak dijumpai pada sperma : fosfat, urat dan sitrat.
Kristal-kristal ini berasal dari kelenjar-kelenjar asesoria.kristal yang banyak dijumpai pada sperma : fosfat, urat dan sitrat.
-Lemak
Lemak dalam sperma berasal dari kelenjar prostat, berbentuk bundar jernih. Benda ini tak banyak artinya dalam klinis.
Lemak dalam sperma berasal dari kelenjar prostat, berbentuk bundar jernih. Benda ini tak banyak artinya dalam klinis.
-Benda prostat
Berasal dari prostat, berbentuk bundar tepinya tidak rata, serta tidak berinti.
b. Benda-benda hidup
-Bakteri
Bakteri ini berasal dari infeksi traktus urogenitalis, benruknya tak nampak jelas.
Bakteri ini berasal dari infeksi traktus urogenitalis, benruknya tak nampak jelas.
-Protozoa
Infeksi traktus urogenitalis oleh protozoa sering terjadi, misal Trichomonas, amoeba dan Clamydia trachomatis.
Infeksi traktus urogenitalis oleh protozoa sering terjadi, misal Trichomonas, amoeba dan Clamydia trachomatis.
-Jamur
Dapat dijumpaipad pasien yang dermatitis didaerah genitalia atau perineum.
Dapat dijumpaipad pasien yang dermatitis didaerah genitalia atau perineum.
C. Pemeriksaan Kimia
Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa dan kadar fruktosa itu mempunyai korelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh. Penetapan kadar fruktosa memakai reaksi Selivanoff sebagai dasar, pada reaksi itu fruktosa bereaksi dengan resorcinol dengan menyusun warna merah.
Parameter : Penetapan Fruktosa
Tujuan : Untuk mengetahui dan menentukan kadar fruktosa dalam semen yang bertalian dengan kadar testosteron.
Prinsip : Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh HCl dan pemanasan, furfural yang terjadi akan berkondensasi dengan resorsinol menyusun senyawa yang berwarna merah.
Reagensia :
1. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g Ba(OH)2.8H2O dalam 1000 ml aqusdest.
2. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O dalam 1000 ml aquadest.
3. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.
3. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.
4. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6 volume HCl pekat.
5. a. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml larutan asam benzoat 0,2%.
5. a. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml larutan asam benzoat 0,2%.
b. Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard fruktosa stock diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Pada cara dicantumkan dibawah, larutan kerja ini sesuai dengan 200 mg /dl fruktosa mani.
Prosedur Kerja :
1. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml air. Kemudian tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur, tambahkan 0,5 ml larutan ZnSO4, campur lagi dan pusinglah kuat-kuat.
2. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko). Tabung T diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S diisi 2 ml standard fruktosa larutan kerja dan tabung B diisi 2 ml air/ aquadest.
BLANKO | STANDART | SAMPEL | |
Aquadest | 2 ml | ||
Standart | 2 ml | ||
Sampel | 2 ml | ||
Resorsinol | 2 ml | 2 ml | 2 ml |
HCL | 6 ml | 6 ml | 6 ml |
3. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml resorsinol dan 6 ml HCl.
4. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana air 90OC selama 10 menit.
5. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
6. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 = mg / dl fruktosa mani.
Catatan :
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg/dl dan fruktosa itu berasal dari vesiculae seminales. Selain dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam tubuh, banyaknya fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-proses dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada hipoplasia dan radang vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial ductuli ejaculatorii kadar fruktosa menurun. Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat kadar fruktosa dalam mani menjadi nol.
TATA CARA PEMBACAAN HASIL
Interpretasi hasil analisa sperma saat ini didasarkan pada 2 parameter dari 2-3 sediaan dalam sekali analisa sperma. Dan hasilnya harus diulang 1 minggu atau 2 minggu lagi sehingga kita dapatkan 2-3 sediaan.
1. Jumlah spermatozoa / ml
a. Normozoospermia : jumlah spermatozoa 20-250 juta/ml dianggap dalam batas normal.
b. Azoospermia : jumlah spermatozoa 0 juta/ml
c. Ekstrim-oligozoospermia : jumlah spermatozoa 0-5 juta/ml
d. Oligozoospermia : jumlah spermatozoa >5 - <20 jyta/ml
e. Polizoospermia : jumlah spermatozoa > 250 juta/ml
2. Prosentase motilitas spermatozoa yang bergerak BAIK (Good & Excellent atau grade 2 + 3). Apabila % spermatozoa yang motil < 50% disebut asienozoospermia.
3. Prosentase morfologi spermatozoa normal
Apabila % spermatozoa yang mempunyai morfologi normal <50% disebut teratozoospermia.
INTERPRETASI ANALISA SPERMA RUTIN
No | Nomenklatur | Jumlah Spermatozoa (juta/ml) | Motil (%) | Morfologi Spermatozoa normal (%) |
1 | Normozoospermia | > 20 | > 50 | > 50 |
2 | Oligozoospermia | > 20 | > 50 | > 50 |
3 | Ekstrim Oligozoospermia | < 5 | > 50 | > 50 |
4 | Astenospermia | > 20 | < 50 | > 50 |
5 | Teratospermia | > 20 | > 50 | < 50 |
6 | Oligo-astenozoospermia | < 20 | < 50 | > 50 |
7 | Oligo-asteno-teratozoospermia | < 20 | < 50 | < 50 |
8 | Oligo-teratozoospermia | < 20 | > 50 | < 50 |
9 | Asteno-teratozoospermia | > 20 | < 50 | < 50 |
10 | Polizoospermia | > 250 | > 50 | > 50 |
11 | Azoospermia | - | - | - |
12 | Nekrozoospermia | Jika semua spermatozoa tan viabel | ||
13 | Kriptozoospermia | Adalah spermatozoa yang tersembunyi | ||
14 | Aspermia | Apabila tidak ada sperma |
TERMINOLOGI
Berikut beberapa terminalogi yang dipergunakan dalam spermatologi :
1. Azoospermia : Dalam ejakulat tidak terdapat / ditemukan sperma
2. Aspermatogenesis : Tidak terjadi pembuatan spermatozoa di dalam testis.
3. Aspermia : Tidak terdapat ejakulat
4. Normospermia : Jumlah volume sperma 2-5 ml.
5. Hypospermia : Volume ejakulat kurang dari 1 ml
6. Hyperspermia : Volume ejakulat lebih dari 6 ml
7. Hypospermatogenesis : Proses pembentukan spermatozoa sangat sedikit didalam testis.
8. Oligospermia : Jumlah spermatozoa di bawah kriteria normal (di bawah 20 juta tiap ml sperma)
9. Normozoospermia : Jumlah spermatozoa dalam batas normal berkisar antara 40-200 juta/ml.
10. Asthenospermia : Jumlah spermatozoa yang bergerak dengan baik di bawah 50%.
11. Necrospermia : Semua spermatozoa dalam keadaan mati.
12. Extrem oligospermia : Jumlah spermatozoa di bawah 1 juta untuk tiap 1 ml ejakulat.
13. Asthenozoospermia : Spermatozoa yang lemah sekali gerak majunya.
14. Teratozoospermia : Bentuk spermatozoa yang abnormal lebih dari 40%.
15. Nekrozoospermia : Bila semua spermatozoa tidak ada yang bergerak atau hidup.
16. Kriptozoospermia : Bila ditemukan spermatozoa yang tersembunyi yaitu bila ditemukan dalam sedimen sentrifugasi sperma.
17. Polizoospermia : Bila jumlah spermatozoa lebih dari 250 juta per ml sperma
18. Leukospermia : Warna sperma putih keruh serupa susu karena terdapat leukosit yang banyak.
19. Hemospermia : Warna sperma kemerahan karena terdapat erythrosit yang banyak.
20. Residual Body : Sisa sitoplasma yang melekat pada spermatozoa yang belum matur.
DAFTAR PUSTAKA
Penuntun Laboratorium Klinik, R.Gandasoebrata, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1989
Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Frances.K.Widmann, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995
Ronald A.Sacher, Richard A. Mc.Pharson, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Frances.K.Widmann, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995
Ronald A.Sacher, Richard A. Mc.Pharson, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Depkes RI, PusLabkes, Petunjuk Pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal Lab.kes,1997.
0 komentar:
Posting Komentar